Keadaan Sosial Masyarakat Bojong ketika Indonesia Berstatus Keadaan Tertentu
"Kepada seluruh rakyat Indonesia, saya minta untuk tetap tenang, tidak panik, dan tetap produktif dengan meningkatkan kewaspadaan," -Presiden Republik Indonesia, Bapak Joko Widodo
Sudah menjadi hal yang lumrah, bahwa memang ada perbedaan antara lingkungan kota dan pedesaaan. Baik itu dari segi ekonomi, fasilitas, mau pun sumber daya manusia. Setidaknya itu yang dirasakan saya, sebagai seorang anak yang dibesarkan di desa Bojong Barat dan bersekolah di SMA Negeri 1 Purwakarta.
Saya melihat bahwa masyarakat desa cenderung lebih percaya terhadap apa yang diceritakan oleh orang yang dianggap berpengaruh(seperti nenek buyutnya) dibanding tahu dengan benar apa masalah yang terjadi. (Bisa dibilang kurang kritis lah ya). Menurut saya masyarakat yang baik itu adalah mereka yang menerapkan kata-katanya Carl Sagan "I don't want to believe, I want to know" (Ea, so iye)
Aktivitas sosial masih berjalan seperti biasa, okelah. Saya pun masih sering ke luar rumah membantu orang tua saya (sebagai kewajiban). Di daerah saya memang belum terkonfirmasi orang yang positif korona(atau tidak terdeteksi).
Keadaan pasar di sini pun masih dibilang ramai. Mobilitas massa sangat besar. Beberapa pedagang bahkan ada yang masih membeli barang ke Jakarta untuk stok tokonya (Pulang pergi ke Jakarta loh! Saat keadaan Jakarta seperti itu). Ada juga mereka yang datang dari perkotaan untuk datang ke kampung halamannya karena sekolah/kantornya libur. Sedikit lucu sih. Disuruh mengisolasi diri tapi kok malah mudik.
Okelah ya, masih berkegiatan di pasar karena kita masih butuh uang. Pulang ke sini karena kangen keluarga. Nggak apa-apa. Yang masih bikin saya greget itu, masyarakat di sini belum banyak yang memberi perhatian lebih terhadap virus ini. Masih santuy ae. Bomat lah dengan cuci tangan, bomat lah dengan social distancing, bomatlah dengan korona, semisal kena penyakit itu dan mati mungkin udah takdirnya. Masyarakat di sini masih banyak yang masuk kategori "Percayakan semua pada Allah" (seperti di postingan sebelumnya)
Oh iya, para pemuda di sini juga pada santuy. Saya tidak tahu ya, kepentingan mereka itu sebenarnya apa. Tapi, saya melihat mereka itu bergelombolan dengan temannya, naik motor. Ngapain lagi coba kalo bukan main? (Bantu jawab gais. Otak saya nggak bisa jawab)
Ah, entahlah. Saya nggak bisa bicara banyak lagi. Takut jadi fitnah hehe.
Perilaku-perilaku di atas, mungkin terjadi karena kurangnya edukasi. "Etapi kan sekarang ada teknologi, di sana juga banyak tuh yang suka baca beita". Ya, berita yang mana dulu bambang. Sekarang, persebaran informasi sudah sangat mudah. Berita di mana-mana. Susah kita nyaringnya. Semisal info tentang korona yang bisa nular lagi ke orang yang sembuh dan terjadi di Jepang, kemudian ada info bahwa orang yang sudah terkena tidak bisa terkena lagi kan kita bingung :v (Padahal jawabannya ada di materi virus kelas 10 SMA hehe)
*Tambahan:
Mungkin, sebagian dari kalian ada yang menganggap bahwa saya kurang kerjaan. (Ya, emang sih :v) tapi maksudnya. Sekarang itu bukan waktu untuk berdebat, kita sedang kritis. Ikuti apa yang diarahkan pemerintah, jangan malah ramein tagar #IndonesiaButuhPemimpin :( Yuk, rame-rame kita bersatu. Tidak usah nyari orang yang salah toh ini bukan pengadilan. Masing-masing dari kita harus memberi kontribusi agar wabah ini cepat terselesaikan. Pasti ada jalan.
Komentar
Posting Komentar