Masih SMA Kok Ngomongin Politik? Urusin Dulu Tuh Remedialnya!
Prolog
Waduh, rame banget ya pengesahan Omnibus Law, banyak dinamika yang terjadi di sini. Buruh demo, netizen twitter membuat tagar #MosiTidakPercaya, warga internet nandatangan petisi, dan tak lupa para pelajar pun ikut meramaikannya via eswe. Jia elah…
Eits, saya nggak bilang itu salah ya. Ngobrolin politik itu nggak terbatas sama umur, bahkan kita sedini mungkin harus sadar akan hal tersebut. Makannya dibuat tuh Forum Pelajar Sadar Hukum (FPSH) sama pemerintah Jawa Barat (ini contoh ya). Tapi, ketika kamu cuman ikut-ikutan demo, share informasi yang nggak jelas sumbernya , nandatangin petisi, apakah itu hal yang benar? Melek hukum?
Oh ya, di sini saya nulis berdasarkan persfektif pribadi. Wajar, kalau kalian berbeda pandangan karena kita nggak tinggal di keluarga, lingkungan, dan pergaulan yang sama. Saya pun tidak bermaksud untuk menggiring opini, hal ini hanya untuk membantu temen-temen bisa melihat suatu hal itu dari sudut pandang yang lain, dalam hal ini sudut pandang seorang Gibran Hikam (,yang ikut cloudX sama Bunda pasti ngerti wkwk). Oke Let's start
Kurangnya Literasi
Saya pribadi, agak mengikuti perkembangan Omnibus Law sejak dulu. Walau pun nggak menyeluruh (saya bukan pengangguran soalnya, masih punya tugas sebagai pelajar hehe) dan saya setuju-setuju aja tuh sama Omnibus Law.
Saya agak heran sama yang nggak setuju ketika mereka memperlihatkan kekurangan Omnibus Law kayak hilangnya uang pesangon dan uang regional, hak cuti dihapus, serta pengubahan sistem upah jadi per jam, tapi nggak dicantumin tuh dasarnya, ngutipnya dari poin mana. Jangan-jangan mereka ini nggak baca aturannya hehe.
Atau malah, mereka tertipu sama berita bohong model gini haha
Sumber: Negativisme
Opini saya sih, di zaman yang serba modern kita tuh jangan langsung percaya sama apa yang tersebar di internet. Tabayyun kata islam mah. Pun untuk hal yang subhat (kurang jelas, samar) mending nggak usah dilakuin kata Islam mah. Maen tanda tangan petisi tanpa baca isinya kan repot juga. Mendukung sesuatu karena pengen kelihatan pinter kan jelek juga.
Eh kok kek mau closing aja, udah ke harapan kek gitu wkwk. Saya belum tamat gengs. Saya mau bahas agak detail nih.
Ah pake gua aja kali yak, biar enak
"Sebentar Gib, saya kan ngutip dari ahlinya, ngutip dari medsos. Mereka lebih tahu. Jadi saya sami'na wa atha'na". Waduh, kamu tahu nggak sih semakin tinggi posisi seseorang semakin syarat dengan kepentingan, mungkin aja mereka ditunggangi? Ngedesain bahwa Omnibus itu jelek sehingga banyak orang nggak suka sama pemerintahan sekarang lalu mereka ngambil kesempatan ini buat... ya seterusnya lah, kalian tahu arah gua ke mana.
Kalo Mau Duit Ya Kerja!
Haha, banyak yang kegocek nih. Dulu, pemerintah memang ngerancanain buat masukin aturan upah per jam ke Omnibus Law. Namun pada faktanya, mereka nggak masukin ini ketika pengesahan Omnibus. Aturan upah tetap didasarkan pada satuan waktu dan satuan hasil.
Di sisi lain, gua setuju loh kalo upah per jam diterapin. Ini tuh hampir mau ngikutin Netflix yang ngebebasin pegawainya buat kerja kapan aja (hampir ya). Kalo lu mau duit ya kerja, masa diem tapi digaji, apaan coba yang kek gitu. Duit haram kali ya. Pun perusahaan bakal dirugiin kalo konsepnya kayak gitu.
Oh iya, buat status karyawan tetap, hak cuti, dan jaminan sosial juga masih ada kok. PHK sepihak juga nggak bisa dilakuin sama perusahaan.
Makin Banyak Pekerja Aseng
Nah, Omnibus kan memangkas beberapa aturan sehingga perusahaan agak mudah kalo pengen meng-hire orang asing. Pengen bisnisnya lancar harus diisi sama orang-orang pinter juga dong. Konsep penerimaan kerja gua rasa bakal tetep terbuka, tapi yang seperti kita tahu bahwa orang pinter itu kebanyakan dari orang luar negeri. Lihat aja deh, kualitas SDM kita, posisi PISA aja diakhirkan? Masih banyak nilai C dalam hal literasi, apalagi numerasi wkwk
Dengan demikian, para buruh takut ni kalo nantinya mereka tersaingi, nggak dapet kerjaan. Padahal, harusnya mereka tuh sadar bahwa mereka punya saingan, sehingga lebih improve dirinya supaya layak dipake sama perusahannya.
Ah, dahlah. Bahas Ombibus bakal panjang. UU nya aja 900+ halaman kan wkwk
Persaingan yang Harus Dihadapi
Gua nggak bakal bahas persaingan secara individu sih, gua mau mau bahas persaingan dalam skala makro. Coba deh lihat, pasar bebas makin rame, batas geografi disikat e-commerce, kapitalisme merajalela. Iya, kapitalisme! Ini emang nggak bisa kita hindari. Lu nggak bisa tuh yang namanya demo mencegah hal tersebut. Sekarang udah mulai loh, kapitalisme dalam teknologi misalnya.
Perhatiin coba media sosial lu, kebanyakan berinduk di perusahaan yang sama kan? Instagram, telegram, sama Whatsapp udah berinduk di Facebook loh. Nonton video lu di mana? Youtube kan? Inilah yang namanya kapitalisme. Ketika ekonomi berarah ke yang satu.
Konsep kek gini nggak jelek-jelek amat menurut gua, Amerika juga megang prinsip gini dan ia berhasil jadi negara maju. Dibandingkan negara kita, ya ekonomi mereka jelas lebih baik. Ya, lihat aja deh datanya sama kalian. Sejahtera mana rakyatnya.
"Eits Bran, lawannya kapitalis itu juga bagus. China" Mmmm... Okay, sebenernya gua nggak tahu sih apa yang sebenernya terjadi di China. Mereka jago banget memanipulasi data dan ini jelas nggak baik. Contohnya pada 1958, di mana terjadi kelaparan besar yang penyebabnya cuman gegara data. Serius gua nggak boong. Baca google. Oh iya, ini terjadi di China juga ya
YA SUDAH TENTU, OMNIBUS JUGA NGGAK SEMPURNA
Nah, buat yang temen-temen yang nggak setuju nih, yang kemarin tanda tangan petisi. Coba deh komen, gua pengen tahu alasan kalian nggak ngedukung Omnibus yang sudah dirancang berbulan-bulan lamanya ini.
Oh iya, ada pesan juga dari temen. katanya "Ayo kawan-kawan, tenangin diri sebentar ya, yang harus dijaga bukan badan dan wajah doang, tapi akal juga ya. Baca dulu baru pahami, jangan asal baca lalu bully apalagi sampai merusak psikologis orang lain. Bersilaturahmi dengan memberi kritik kepada yang bersangkutan, bukan ke orang yang gada hubungannya meskipun itu anaknya. Karena memberi kritik juga harus secara profesional, bukan asal-asalan." -Syakira Rizma
Diketik dalam tempo seseingkat-singkatnya, alias dalam waktu KBM wkwk.
Salam hangat dari orang yang masih belajar.
Gibran Hikam
Komentar
Posting Komentar